Kedaulatan Dan Sistem Pemerintahannya

Pengertian Kedaulatan

Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari kata Sovereignty dalam bahasa Inggris, yang artinya kekuasaan tertinggi. Kata kedaulatan sendiri berasal dari bahasa Arab, daulah yang artinya pemerintah. Kedaulatan berarti hak memerintah. Seseorang yang memiliki kekuasaan tertinggi atau memiliki hak memerintah dalam suatu negara maka dialah yang memiliki kedaulatan. Jadi, pengertian kedaulatan tidak terpisahkan dari negara, sebab negara merupakan organisasi kekuasaan. Di dalam negara juga terdapat pemegang kedaulatan.

Kedaulatan dalam negara mencakup dua hal, seperti berikut ini :

1. Kedaulatan internal (kedaulatan ke dalam), yaitu kedaulatan suatu negara untuk mengatur segala kepentingan rakyatnya tanpa campur tangan negara lain.
2. Kedaulatan eksternal (kedaulatan ke luar ), yaitu kedaulatan suatu negara untuk mengadakan hubungan atau kerja sama dengan negara-negara lain guna kepentingan bangsa dan negara.

Sifat atau ciri dari kedaulatan adalah sebagai berikut :

1. Asli

Kedaulatan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.

2. Permanen

Kedaulatan itu tetap ada selama negara masih berdiri. Kedaulatan akan tetap ada meskipun pemerintah berganti. Kedaulatan akan hilang bila negara yang bersangkutan lenyap atau tidak ada lagi. Jadi, sifatnya tetap selama negara masih berdiri.

3. Tidak terbagi-bagi.

Pemegang kedaulatan merupakan satu-satunya pemegang kekuasaan tertinggi di negara dan tidak ada kekuasaan lain yang sama tinggi atau lebih tinggi lagi.

4. Tidak Terbatas.

Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Sebab bila dibatasi oleh kekuasaan lain maka kedaulatan itu bukan lagi merupakan kekuasaan tertinggi di negara.

Teori-Teori Kedaulatan

1. Teori Kedaulatan Tuhan.

Menurut sejarahnya, teori kedaulatan tuhan merupakan teori yang paling tua diantara teori-teori kedaulatan yang lain. Berdasarkan teori kedaulatan tuhan, kekuasaan tertinggi berasal dari tuhan. Teori ini berkembang pada zaman abad pertengahan, yaitu antara abad ke-5 sampai abad ke-15. Tokoh-tokoh teori ini antara lain Augustianus, Thomas Aquinas, dan Marsilius. Saat itu raja dipandang sebagai wakil tuhan.

2. Teori Kedaulatan Raja.

Menurut teori ini, raja atau pemimpin negara itulah yang memiliki kekuasaan tertinggi. Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dapat bersifat mutlak, tidak terbatas, dan sewenang-wenang. ”L’etat c’est moi”, slogan tersebut adalah semboyan raja Perancis pada masa Louis XIV, artinya, “negara adalah saya”!. Raja adalah penguasa mutlak yang tak dapat diganggu gugat. Ini yang disebut dengan teori kedaulatan raja. Jadi, pemerintahan raja Louis XIV di Perancis adalah contoh penerapan teori kedaulatan raja.

3. Teori Kedaulatan Negara.

Berdasarkan teori kedaulatan negara, kedaulatan berasal atau ada pada negara. Negaralah yang menciptakan hukum. Jadi, segala sesuatu harus tunduk kepada negara. Tokoh-tokoh teori kedaulatan ini antara lain Jean Bodin, dan George Jellinek.

4. Teori Kedaulatan Hukum.

Menurut teori kedaulatan hukum, yang memiliki atau bahkan yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum. Oleh karena itu, baik raja, rakyat, bahkan negara harus tunduk kepada hukum. Tokoh teori ini antara lain Krabbe.

5. Teori Kedaulatan Rakyat.

Berdasarkan teori kedaulatan rakyat, yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Teori ini didasarkan pada anggapan bahwa kedaulatan yang dipegang oleh raja atau penguasa itu berasal dari rakyat. Oleh karena itu, raja atau penguasa harus bertanggung jawab kepada rakyat. Tokoh teori ini antara lain Jean Jacques Rousseau. Indonesia adalah contoh negara yang menganut teori kedaulatan rakyat. Hal ini di tegaskan dalam Pasal 1 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi : “ kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.

”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan…..” (Alenia I Pembukaan UUD 1945)

Disamping melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, bangsa Indonesia secara tersirat juga mengakui adanya kedaulatan Tuhan dan prinsip kedaulatan hukum. Hal ini tertuang dalam ketentuan sebagai berikut :

A. Pengakuan adanya kedaulatan Tuhan.

1) Alenia III Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa….”

2) Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Pengakuan atas kedaulatan hukum, seperti yang tertuang dalam pasal 1 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi Negara Indonesia berdasar atas hukum.

Bagi suatu negara, memiliki kedaulatan berarti berhak atas ketiga poin berikut :

* Menjadi negara yang berdiri sendiri sejajar dengan negara-negara merdeka yang lain.
* Memiliki kekuasaan atau hak untuk mengatur dan mengurus negaranya sendiri tanpa campur tangan orang lain.
* Menjadi negara yang memiliki kekuasaan atau hak untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan negara lain yang diinginkannya.

Adapun beberapa perwujudan dari prinsip kedaulatan rakyat seperti tertuang dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945 adalah sebagai berikut :

1. Dibentuknya lembaga-lembaga negara sebagai pelaksana prinsip kedaulatan rakyat atau lembaga-lembaga demokrasi. Lembaga-lembaga tersebut merupakan badan perwakilan dari rakyat yang berdaulat, yaitu :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
2. Adanya pemilihan presiden dan wakil presiden (pasal 6A UUD NRI Tahun 1945)
3. Adanya pemilihan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD (pasal 22 E UUD NRI Tahun 1945).
4. Dijaminnya hak-hak warga negara dan juga hak asasi manusia (pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD NRI Tahun 19945).

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

System Pemerintahan dan Para Pemegang Kedaulatan Beserta Perannya

Pengertian Pemerintahan

Pemerintah adalah lembaga yang bertugas menentukan kebijakan (Public Policy) dan melaksanakannya untuk mencapai tujuan negara. Pemerintah adalah pelaksana (eksekutif) kebijakan umum. Pemerintahan menyangkut tugas dan kewenangan. Sedang pemerintah merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara itu.

Pemerintahan dalam arti luas adalah seluruh fungsi negara seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sedang pemerintahan dalam arti sempit meliputi fungsi eksekutif saja, yaitu yang dilaksanakan oleh kepala pemerintahan dan kabinetnya.

Kabinet adalah dewan yang anggota-anggotanya terdiri atas pemimpin-pemimpin administrasi departemen (menteri-menteri) yang berfungsi sebagai penasehat bagi kepala negara mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan dan administrasi pemerintah contohnya kabinet Indonesia bersatu, kabinet 100 menteri, kabinet gotong-royong, kabinet pembangunan.

Menurut penjelasan UUD 1945 yang telah diamandenan sekarang ini ada beberapa pokok pikiran yang terkandung dalam system pemerintahan Indonesia, yaitu :

1. Presiden adalah kepala negara
2. Presiden adalah kepala pemerintahan
3. Presiden mengangkat para menteri sebagai kabinet yang selanjutnya bertanggungjawab kepada presiden.
4. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dan tidak bertanggungjawab kepada DPR.
5. Meskipun presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, DPR memiliki kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan. Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR.
6. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
7. DPR memiliki fungsi pengawasan, legislasi, dan aggaran.
8. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas.
9. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
10. Parlemen terdiri atas dua bagian (bicameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang anggotanya juga dipilih melalui pemilu.
11. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi, dan pengadilan negeri, serta sebuah Mahkamah Konstitusi.

Kekuasaan pemerintahan dapat dibagi dengan dua cara, yaitu :

1. Secara Vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatannya dan dalam hal ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu negara federal.

2. Secara Horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias Politica.

Secara skematis, lembaga-lembaga negara menurut ketentuan dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut :

Terdapat empat asas yang berhubungan dengan system penyelenggaraan pemerintahan, yaitu :

1. Sentralisasi, adalah pemusatan kekuasaan pemerintahan negara pada pemerintah pusat.

2. Desentralisasi, penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepda daerah otonom untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertical di wilayah tertentu.

4. Tugas Pembantuan, penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dengan kewajiban mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Trias Politica

Konsep trias politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Trias politica adalah suatu prinsip normatif bahwa untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa, kekuasaan-kekuasaan sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama atau satu lembaga. Dengan ini diharapkan hak-hak asasi warga negara lebih terjamin. Trias politica membagi kekuasaan menjadi tiga macam : pertama,kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang; kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang; ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang.

Doktrin Montesquieu banyak mempengaruhi orang Amerika pada masa undang-undang dasarnya dirumuskan. Sehingga dokumen itu (konstitusi Amerika) dianggap yang paling banyak mencerminkan trias politica dalam konsep aslinya. Misalnya, presiden Amerika tidak dapat dijatuhkan oleh Kongres (Majelis Rendah) selama masa jabatan empat tahun. Di lain pihak, Kongres tidak dapat dibubarkan oleh presiden. Presiden maupun menteri tidak boleh merangkap menjadi anggota Kongres, dan presiden tidak dapat membimbing Kongres seperti perdana menteri Inggris. Begitu pula badan yudikatif, terutama Mahkamah Agung, mempunyai kedudukan yang bebas, oleh karena hakim Mahkamah Agung, sekali diangkat oleh presiden, serta selama berkelakuan baik, memegang jabatannya seumur hidup atau sampai saatnya mengundurkan diri secara sukarela.

Akan tetapi, sekalipun tiga kekuasaan sudah dipisah satu sama lain sesempurna mungkin, namun para Penyusun Undang-Undang Dasar Amerika Serikat masih juga menganggap perlu untuk menjamin bahwa masing-masing kekuasaan tidak akan melampaui batas kekuasaannya. Maka dari itu dicoba untuk membendung kecendrungan ini dengan mengadakan suatu system “Checks and Balance” (pengawasan dan keseimbangan) dimana setiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lainnya.

Dalam rangka “Checks and Balance” ini presiden diberi wewenang untuk memveto rancangan undang-undang yang telah diterima oleh Kongres, akan tetapi dipihak lain veto ini dapat dibatalkan oleh Kongres dengan dukungan 2/3 suara dari kedua Majelis (Majelis Rendah dan Majelis Tinggi). Mahkamah Agung mengadakan checks terhadap badan eksekutif dan badan legislatif melalui Judicial Review (hak uji terhadap undang-undang). Di lain pihak, Hakim Agung yang telah diangkat oleh badan eksekutif seumur hidup dapat diberhentikan oleh Kongres kalau ternyata telah melakukan tindakan kriminil. Begitu pula presiden dapat di-‘impeach’ oleh badan itu. Presiden boleh menandatangani perjanjian internasional, tetapi baru dianggap sah jika Senat (Majelis Tinggi) juga mendukungnya. Begitu pula untuk pengangkatan jabatan-jabatan yang termasuk wewenang presiden seperti hakim agung dan duta besar, diperlukan persetujuan Senat. Sebaliknya, menyatakan perang (suatu tindakan eksekutif) hanya boleh diselenggarakan oleh Kongres. Jadi, system “Checks and Balance” ini mengakibatkan satu cabang (lembaga) kekuasaan dalam batas-batas tertentu dapat turut campur dalam tindakan cabang kekuasaan yang lain. Campur tangan ini tidak dimaksudkan untuk memperbesar efisiensi kerja (seperti terlihat di Inggris dalam fungsi dari kekuasaan eksekutif dan legislatif), tetapi untuk membatasi kekuasaan dari setiap cabang kekuasaan secara lebih efektif.

(Dikutip dari Miriam Budiardjo,Dasar-dasar Ilmu Politik,1998)

Negara-negara yang menganut asas kedaulatan rakyat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat atau dewan perwakilan rakyat sebagai badan atau majelis yang mewakili atau mencerminkan kehendak rakyat.
2. Penyelenggaraan pemilu untuk mengangkat dan menetapkan anggota Dewan Perwakila Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemilu tersebut diatur oleh UU.
3. Kekuasaan atau kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
4. Pengawasan (kontrol) yang dilakukan oleh DPR terhadap jalannya pemerintahan atau lembaga eksekutif.
5. Susunan kekuasaan badan atau majelis itu ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.

Pelaksana Kedaulatan Rakyat di Indonesia

Pelaksana kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945 adalah rakyat dan lembaga-lembaga negara yang berfungsi menjalankan tugas-tugas kenegaraan sebagai representasi (wakil) kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga negara yang dimaksud menurut UUD 1945 hasil amandemen adalah MPR, Presiden, DPR, BPK, MA, MK, KY, DPD, Pemda, DPRD, dan KPU.

Keterlibatan rakyat sebagai pelaksana kedaulatan dalam UUD 1945 ditentukan dalam hal :

1. Mengisi keanggotaan MPR karena anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu (pasal 2 (1));
2. Mengisi keanggotaan DPR melalui pemilu (pasal 19 (1));
3. Mengisi keanggotaan DPD melalui pemilu (pasal 22 C (1));
4. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam suatu pasangan secara langsung (pasal 6 A (1)).

Adapun lembaga negara yang berfungsi untuk menjalankan tugas negara sebagai wakil rakyat adalah sebagai berikut :

A. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Jumlah anggota MPR saat ini adalah 678 orang, terdiri atas 550 anggota DPR dan 128 anggota DPD. Atas dasar ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, jumlah anggota MPR didasarkan atas penjumlahan anggota DPR dan anggota DPD. Jumlah anggota DPR sebanyak 550 orang (Pasal 27 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003). Adapun jumlah anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari jumlah anggota DPR. Putusan MPR sah apabila disetujui :

1) Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan presiden/wakil presiden.

2) Sekurang-kurangnya 50 % + 1 dari seluruh jumlah anggota MPR untu memutus perkara lainnya.

Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Alat kelengkapan MPR terdiri atas Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan Kehormatan.

Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 3 orang wakil ketua yang mencerminkan unsur DPR dan DPD yang dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.

Perubahan (amandemen) UUD 1945 membawa aplikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya, seperti lembaga kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, MK dan KY.

MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak termasuk bagian dari hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Tugas dan wewenanga MPR diatur dalam pasal 3 UUD 1945, yaitu :

1. Mengubah dan menetapkan UUD;
2. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
3. Hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.

Tugas dan wewenang MPR diatur lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

B. Presiden

Presiden adalah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara atau penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Dengan kata lain, tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan dan kekuasaan negara ada di tangan presiden (concentration of power and responsibility upon the president).

UUD 1945 mengharuskan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden sebagai berikut :

1. Warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri (pasal 6 (1).
2. Tidak pernah menghianati negara (pasal 6 (1)
3. Mampu secara rohani dan jasmani utuk melaksanakan tugas dan kewajiban Presiden dan Wakil Presiden.
4. Dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (pasal 6 A (1).
5. Diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu (pasal 6 A (2)). Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan UU No. 23 Tahun 2003

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (pasal 7 UUD 1945).

Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, yang dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh satu orang Wakil Presiden (pasal 4 UUD 1945). Kekuasaan Presiden yang diatur dalam UUD 1945, antara lain sebagai berikut :

1. Membuat UU bersama DPR (pasal 5 (1) dan pasal 20).
2. Menetapkan Peraturan Pemerintah (pasal 5 (2)).
3. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (pasal 10).
4. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (pasal 11).
5. Menyatakan keadaan bahaya (pasal 12).
6. Mengangkat dan menerima Duta dan Konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13). Duta adalah orang yang mewakili suatu negara di negara lain untuk mengurus kepentingan negara yang diwakilinya serta membantu dan melindungi warga negaranya yang tinggal di negara itu. Adapun Konsul adalah orang yang diangkat dan ditugasi sebagai wakil pemerintah suatu negara dalam mengurus kepentingan perdagangan atau perihal warga negaranya di negara lain.
7. Memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) (pasal 14(1). Grasi adalah ampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang telah dijatuhi hukuman. Adapun Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu (semula).
8. Member amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 (2). Amnesty adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Adapun Abolisi adalah peniadan peristiwa pidana.
9. Member gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (pasal 15).
10. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden (pasal 16).
11. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara (pasal 17). Menteri (minister) adalah anggota kabinet atau kepala suatu departemen, misalnya menteri agama; dan bertanggung jawab kepada presiden. Departemen adalah organ atau bagian dari badan pemerintahan yang bertugas melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dalam bagian atau cabang tugas yang menjadi wewenangnya; contoh : departemen agama bertugas melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan.
12. Mengajukan rancangan UU APBN (pasal 23 (2)).

C. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga negara dalam system ketatanegaraan Republi Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat yang terdiri atas anggota partai politk peserta pemilu, yang dipilih berdasarkan hasil pemilu serta memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Anggota DPR berjumlah 550 orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Anggota DPR dipilih melalui pemilu (pasal 19), sedangkan susunan keanggotaan DPR diatur melalui UU. Fungsi DPR ditegaskan dalam pasal 20 A (1) UUD 1945 bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

1) Fungsi legislasi antara lain diwujudkan dalam pembentukan UU bersama Presiden.

2) Fungsi anggaran berupa penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diajukan Presiden.

3) Fungsi pengawasan dapat meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan UU, pengawasan terhadap kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945. Dalam menjalankan fungsinya, anggota DPR dilengkapi dengan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat (pasal 20 A (2)), hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas (pasal 20 A (3)).

Menurut undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggialan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi, tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).

Alat kelengkapan DPR terdiri atas : Pimpinan, Komisi, Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, Panitia Anggaran, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan.

1) Pimpinan DPR.

Kedudukan pimpinan dalam DPR bisa dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi.

Pimpinan DPR bersifat kolektif, terdiri atas satu orang ketua, dan sebanyak-banyaknya 4 orang wakil ketua yang mencerminkan fraksi-fraksi terbesar. Fraksi kelompok dalam organisasi yang mempunyai pendapat berbeda dan merupakan sub kelompok; sekumpulan anggota-anggota dalam Dewan Perwakilan rakyat (parlemen) menurut bidang-bidang profesi atau partainya; fraksi-fraksi ini merupakan golongan-golongan dalam parlemen yang menyarakan suara dan aspirasi partai ataupun golongan yang diwakilinya; contohnya fraksi Partai Demokrasi Indonesia, fraksi utusan daerah dll. Pimpinan DPR dipilih dari dan oleh anggota.

2) Komisi.

Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisiaan keanggotaan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.

Saat ini DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing :

a) Komisi I membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.

b) Komisi II membidangi Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara, dan Agraria. Aparat/Aparatur adalah orang-orang yang mempunyai kewajiban sebagai alat negara; misalnya : polisi, jaksa disebut sebagai aparatur. Aparatur Negara adalah alat kelengkapan negara yang pada pokoknya meliputi tiga bidang, yaitu bidang kelembagaan, bidang ketatalaksanaan, dan bidang kepegawaian yang mempunyai tanggungjawab untuk melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari; bidang yang paling penting ialah bidang kepegawaian karena bidang itulah yang secara langsung bersentuhan dengan penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan.

c) Komisi III membidangi hukum dan perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan.

d) Komis IV membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, prikanan, dan pangan.

e) Komisi V membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan, dan kawasan tertinggal.

f) Komisi VI membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM (Usaha Kecil dan Menengah), dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

g) Komisi VII membidangi Energi, Sumber Daya Mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan hidup.

h) Komisi VIII membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan.

i) Komisi IX membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja, dan transmigrasi.

j) Komisi X membidangi pendidikan, pemuda, olah raga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.

k) Komisi XI membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, lembaga keuangan bukan bank.

3) Badan Musyawarah.

Badan Musyawarah (Bamus) merupakan miniatur DPR. Sebagian keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, temasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU.

Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh pimpinan DPR.

4) Panitia Anggaran.

Panitia Anggaran DPR memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Susunan keanggotaan panitia Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan panitia anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur komisi dengan memerhatikan perimbangan jumlah anggota fraksi.

5) Badan Kehormatan DPR.

Dewan Kehormatan DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. Dewan Kehormatan merupakan respon, atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan.

BKDPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan DPR.

6) Badan Legislasi DPR.

Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca perubahan pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas poko Baleg, antara lain merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR

Badan legislasi dibentuk DPR dalam rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP).

7) Badan Urusan Rumah Tangga.

Badan Urusan Rumah tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan dengan bidang keuangan/administrative anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan anggota dan pegawai sekretariat jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.

8) Badan Kerjasama Antar-Parlemen.

Badan Kerjasama Antar-Parlemen menjalin kerja sama dengan parlemen negara lain.

9) Alat Kelengkapan Lainnya.

Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara:

a) Panitia Khusus.

Panitia Khusus ialah panitia yang dibentuk oleh DPR. Komposisi keanggotaan Panitia Khusus (Pansus) ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna. Contohnya, pansus Bulog pada tahun 2001 untuk menyelidiki penyelewengan dan Bulog.

b) Panitia Kerja.

Panitia Kerja adalah unit kerja sementara yang dapat dibentuk oleh alat kelengkapan DPR untuk mengefisienkan kinerjanya.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk Sekretariat Jenderal DPR yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPR dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas Usul Pimpinan DPR.

Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPR secara professional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal DPR.

D. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri, dengan tugas khusus untuk menerima pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 29 E (1)). Bebas dan mandiri berarti terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Jika BPK tunduk kepada pemerintah tidaklah mungkin dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dalam melaksanakan tugasnya. BPK berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan/instansi pemerintah atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan dengan UU, BPK mengawasi apakah kebijaksanaan dan arah keuangan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah sudah sesuai dengan tujuan semula dan apakah sudah dilaksanakan dengan tertib. Hasil pemeriksaan BPK diserahkan DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya (pasal 23 E (2)). BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

E. Mahkamah Agung (MA).

Mahkamah Agung (MA) merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Konstitusi di Indonesia (pasal 24 (2)). Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, MA membawahi beberapa macam lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) (pasal 24 (2)). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 (1)).

Sebagai lembaga yudikatif, MA mempunyai kekuasaan :

1. Memutuskan permohonan kasasi;
2. Memeriksa dan memutuskan sengketa tentang kewenangan mengadili;
3. Meninjau kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
4. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU.

F. Mahkamah Konstitusi (MK).

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk :

1. Mengadili suatu perkara pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD;
3. Memutuskan pembubaran partai politik;
4. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu (pasal 24 C (2) UUD 1945);
5. Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi beranggotakan 9 hakim konstitusi, yang ditetapkan Presiden. Hakim Konstitusi yang berjumlah 9 orang tersebut, 3 anggota diajukan oleh MA, 3 orang anggota diajukan oleh DPR, 3 anggota lagi diajukan oleh Presiden (pasal 24 C ayat (3) UUD 1945).

Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara (pasal 24 (5) UUD 1945). Syarat lain diatur dalam pasal 16 UUD No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 tahun dan dapat dipilih lagi untuk sekali masa jabatan berikutnya.

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan perubahan Ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat (2), pasal 24 C, dan pasal 7 B yang disahkan pada tanggal 9 November 2001. Setelah disahkannya perubahan ketiga UUD 1945, dalam rangka menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil perubahan keempat.

DPR dan pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-undang tentan Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam. DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.

Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, SH. Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Agustus 2003.

G. Komisi Yudisial

Komisi Yudisial adalah lembaga yang mandiri yang dibentuk oleh presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24 B (3) UUD 1945). Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela (pasal 24 B (2) UUD 1945).

Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim (pasal 24 B (17) UUD 1945.

H. Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

DPD merupakan bagian dari keanggotaan MPR yang dipilih melalui pemilihan umum dari setiap propinsi (pasal 2 (1), 22 C (1) UUD 1945). DPD merupakan wakil-wakil propinsi. Oleh karena itu, anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, dan selama bersidang bertempat tinggal di ibu kota negara RI (pasal 33 (4) UU Nomor 22 Tahun 2003). Kewenangan DPD dituangkan dalam pasal 22 D UUD 1945 antara lain :

1. Mengajukan kepada DPR rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Memberikan pertimbangan kepda DPR atas rancangan UU APBN dan rencana UU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

I. Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip negara kesatuan RI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

J. Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD).

DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. DPRD memiliki tiga fungsi, yaitu :

1. Fungsi legislasi, yaitu fungsi membentuk peraturan daerah bersama pemerintah daerah;
2. Fungsi anggaran, yaitu fungsi menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah daerah;
3. Fungsi pengawasan, yaitu fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan daerah.

K. Komisi Pemilihan Umum (KPU).

KPU merupakan komisi yang bertanggungjawab akan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri (pasal 22 E (5) UUD 1945). Tugas dan wewenang KPU menurut UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah :

1. Merencanakan penyelenggaraan pemilu.
2. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan dan pelaksanaan pemilu.
3. Menetapkan peserta pemilu.
4. Menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara.
5. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota.
6. Menyelenggarakan pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa MPR, Presiden, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK merupakan lembaga negara yang bertugas sebagai pelaksana kedaulatan rakyat di Indonesia.

PARLEMEN

Parlemen adalah lembaga yang “legislate” membuat undang-undang yang anggotanya dianggap mewakili rakyat, sehingga lembaga legislatif sering disebut dewan perwakilan rakyat (DPR. Yang dimaksud dengan perwakilan rakyat adalah pendelegasian kekuasaan rakyat oleh badan perwakilan rakyat (DPR) yang terdiri dari wakil dari partai-partai politik yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum.

Informasi Tambahan

Dewan Perwakilan Rakyat di negara demokratis disusun sedemikian rupa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggungjawab kepadanya. Karena itu, CF Strong merumuskan demokrasi sebagai system pemerintahan dimana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar system perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya bertanggungjawab kepada mayoritas itu.

Dalam logika demokrasi tidak ada perwakilan rakyat tanpa pemilihan umum. Namun ada negara yang memiliki DPR tanpa pemilu misalnya Arab Saudi. Di Arab Saudi tidak ada parlemen. Juga tidak ada partai politik. Di sana ada lembaga yang disebut Majelis as-Shura (Majelis Permusyawaratan) yang beranggotakan 90 orang yang ditunjuk tanpa ada kekuasan legislatif.

Di Brunei Darussalam badan legislatifnya beranggotakan 20 orang yang ditunjuk tanpa kekuasaan legislatif. Tidak ada partai politik di Brunei.

Di Bahrain lembaga legislatifnya disebut Majelis as-Shura. Anggotanya 40 orang yang ditunjuk, juga tanpa kekuasaan legislatif. Partai politik juga tidak diizinkan di Bahrain.

Sama dengan Bahrain, di Qatar lembaga legislatifnya disebut Majelis as-Shura. Anggotanya 35 orang yang ditunjuk dengan tugas konsultatif, tanpa memiliki kekuasaan legislatif. Tidak ada partai politik disini.

Di Oman juga demikian. DPR-nya disebut Majelis as-Shura. Anggotanya 80 orang yang ditunjuk tanpa kekuasan legislative. Partai politik tidak diizinkan berdiri.

System pembagian parlemen ada dua, yaitu :

1. Lembaga legislatif yang terbagi dalam dua majelis (bi-kameralisme) dan,
2. Badan legislatif yang hanya terdiri dari satu majelis (uni-kameralisme). Hampir semua negara federal menggunakan system dua majelis karena satu diantaranya mewakili kepentingan negara-negara bagian. Dalam system dua majelis lembaga legislatif dibagi dalam Majelis Rendah (Lower House/House of Common) dan Majelis Tinggi (Upper House/House of Lord/Senat).

Ada dua tipe hubungan antara rakyat dan yang mewakili (DPR), yaitu :

1. Tipe delegasi (mandat), yang berpendirian bahwa wakil rakyat merupakan corong keinginan rakyat. Ia harus menyarakan apa saja yang dikehendaki rakyat.
2. Perwakilan tipe trustee (kepercayaan independen), yang berpendirian wakil rakyat dipilih berdasarkan pertimbangan yang bersangkutan memiliki kemampuan mempertimbangkan dengan baik apa yang dikehendaki rakyat.

Jenis-Jenis Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata, yaitu sistem dan pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari system (bahasa Inggris) yang berarti tatanan, susunan, jaringan, atau cara. Jadi , sistem adalah tatanan yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung dan berpengaruh satu sama lain dalam satu kesatuan yang berinteraksi dengan lingkungannya dan secara keseluruhan memiliki tujuan dan fungsi yang sama.

Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, sedangkan kata memrintah berasal dari kata perintah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau negara, sedangkan pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal atau urusan dalam memerintah.

Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu Sistem Pemerintahan Presidensial dan Sistem Pemerintahan Parlementer.

Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer tersebut didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adapun sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasinya.

A. Sistem Pemerintahan Parlementer.

Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan antara eksekutif dan legislatif mempunyai hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Dalam sistem pemerintahan parlementer, badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan, badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif.

Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :

1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemilihan umum sehingga memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
3. Pemerintah atau kabinet terdiri atas para menteri dan Perdana Menteri (Prime Minister) sebagai pemimpin kabinet. Perdana Menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksanakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
4. Kabinet bertanggungjawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen.
5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri, sedangkan kepala negara adalah Presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemrintahan.
6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan, maka presiden/raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentuk parlemen baru.

B. Sistem Pemerintahan Presidensial

Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif. Artinya, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Badan eksekutif dan legislatif tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Badan eksekutif dan legislatif dipilih oleh rakyat secara terpisah.

Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan negara berada ditangan presiden sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggungjawab kepada presiden dan tidak bertanggungjawab kepada parlemen/legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen karena presiden tidak dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan karena anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen.

Sistem pemerintahan negara Indonesia menurut UUD 1945 yang diamandemen menganut sistem pemerintahan presidensial. Hal ini dibuktikan bahwa presiden Indonesia adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Namun, sistem pemerintahan Indonesia juga megambil unsur-unsur dari sistem parlementer dan melakukan pembaruan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial.

Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya, dalam pengangkatan duta negara asing, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI, dan kepala Kepolisian.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya, pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti, dan abolisi.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran)

Cr: belajarpkndenganhendri

Lembaga Negara Menurut UUD 1945

Yang dimaksud dengan Lembaga-Lembaga Negara adalah alat perlengkapan Negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Dasar 1945, sebagai berikut:

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)

Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggotaDewan Perwakilan Daerah. Dahulu sebelumReformasi MPR merupakan Lembaga Negara Tertinggi, yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang, terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

TUGAS DAN WEWENANG MPR
Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar)
Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler. Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.

PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, dan dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. (Pasal 4) Presiden berhak mengajukan RUU, dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU (Pasal 5).

TUGAS DAN WEWENANG PRESIDEN
Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU (Pasal 10).
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan   persetujuan DPR, terutama yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi Negara (Pasal 11).
Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU (Pasal 12).
Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13).
Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA, dan memberikan amnesty dan abolisi dengan pertimbangan DPR (Pasal 14).
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan menurut UU (Pasal 15).
Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16).
Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu Presiden (Pasal 17).

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraanIndonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

TUGAS DAN WEWENANG DPR
Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).

ALAT KELENGKAPAN DPR
Pimpinan
Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.

Komisi
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing:
Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.
Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal.
Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik negara.
Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan.
Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.

Badan Musyawarah
Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan DPR.

Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.

Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah satu alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan.
BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR.

Badan Legislasi
Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR.
Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).

Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.

Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
BKSAP bertugas: Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan    persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau a nggota parlemen negara lain;
Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri;
Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.

Panitia Khusus
Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus). Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
DPR dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang DPR membuat susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang beranggotakan paling sedikit tujuh orang dan paling banyak sembilan orang atas usul dari fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna dengan tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)

DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dan untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta imunitas (Pasal 20). Fungsi DPR adalah sebagai berikut:
Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang.
Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden.
Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden.
Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah.
Hak menyampaikan pendapat.
Hak mengajukan pertanyaan.
Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.
Hak mengajukan usul RUU
Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21). Dalam hal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu, dan pada masa persidangan DPR berikutnya Perpu tersebut harus dimintakan persetujuan DPR. Apabila DPR tidak menyetujuinya maka Perpu harus dicabut(Pasal 22). Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, dengan syarat-syarat dan tata cara yang diatur dengan undang-undang (Pasal 22B).

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)

Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggta DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22C).
DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahasnya yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat-daerah, serta memberi pertimbangan atas RUU APBN yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D). DPD dapat melakukan pengawasan terhadap UU yang usulan dan pembahasannya dimiliki oleh DPD.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

Hak
Menyampaikan usul dan pendapat;
Memilih dan dipilih;
Membela diri;
Imunitas;
Protokoler;
Keuangan dan administratif.
Mengamalkan Pancasila;
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;
Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah;
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD; dan
Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.

Kewajiban
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.

KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)

Dalam rangka pelaksanaan Pemilu agar terselenggara sesuai asas (Iuberjudil), maka dibentuklah sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22E). KPU selain ada ditingkat pusat, juga terdapat KPU daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.

BANK SENTRAL

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU (Pasal 23D).

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalamPerubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

MAHKAMAH AGUNG (MA)

Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan :
Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Negeri, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi Agama dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Peradilan Militer pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Peradilan Tata Usaha negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha negara, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Ketuanya sejak 15 Januari 2009 adalah Harifin A. Tumpa.
Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi.
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, dan dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha Negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24). MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum. Calon Hakim Agung diusulkan komisi yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan oleh Presiden. Ketua dan Wakil MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung (Pasal 24A).

KOMISI YUDISIAL (KY)

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anggota komisi yudisial harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B).

MAHKAMAH KOSNTITUSI (MK)

ahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Sejarah berdirinya MK diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran olehPresiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan perselisihan hasil pemilu. MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil menurut UUD. MK mempunyai 9 anggota hakim konstitusi yang ditetapkan Presiden masing-masing 3 orang diajukan oleh MA, DPR, dan Presiden. Ketua dan wakil ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan, yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara (Pasal 24C0). MK dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh MA (Pasal III AP).
Saat ini masih banyak pihak belum memahami secara utuh tatanan kelembagaan negara dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga sering timbul perdebatan publik dan masalah hubungan antarlembaga negara.
Apalagi, lembaga- lembaga negara telah mengalami perubahan mendasar hasil UUD 1945 Perubahan yang tentu tidak dapat dipahami berdasarkan paradigma UUD 1945 sebelum perubahan. Perubahan mendasar yang memengaruhi tatanan kelembagaan negara adalah perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Sebelum perubahan,kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Perubahan tersebut mengakibatkan :
MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi.
Lemmbaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan pelaksana kedaulatan rakyat sesuai dengan kedudukan,tugas,dan fungsi masing- masing.Hal tersebut mengakibatkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/ 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi dengan/ atau antar-Lembaga-Lembaga Tinggi Negara tidak berlaku lagi. Kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori.Pertama, lembaga-lembaga utama yang melaksanakan cabang kekuasaan tertentu. Kedua, lembaga-lembaga negara yang bukan pelaksana salah satu cabang kekuasaan, tetapi keberadaannya diperlukan untuk mendukung salah satu lembaga pelaksana cabang kekuasaan tertentu.
Lembaga-lembaga yang ditentukan untuk melaksanakan kekuasaan tertentu tanpa mengatur nama dan pembentukan lembaganya.
Lembaga yang ditentukan secara umum dan menyerahkan pengaturan lebih lanjut kepada undang-undang.Kelima, lembaga-lembaga yang berada di bawah presiden untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.Keenam, lembaga- lembaga di tingkat daerah. Berdasarkan pembagian fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945,dapat diketahui lembaga-lembaga negara yang melaksanakan tiap kekuasaan tersebut.
Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi adalah presiden. Pemegang kekuasaan legislatif adalah DPR.Untuk kekuasaan yudikatif ditentukan pelakunya adalah MA dan MK. Selain lembaga-lembaga negara tersebut, terdapat lembaga negara lain yang diperlukan dalam penyelenggaraan negara dan kedudukannya sederajat. Lembaga negara lain tersebut adalah MPR yang memegang kekuasaan mengubah dan menetapkan UUD,BPK sebagai pelaksana kekuasaan auditif serta DPD yang walaupun tidak memegang kekuasaan legislatif memiliki peran dalam proses legislasi (co-legislator).
Dengan demikian lembaga-lembaga itu sesungguhnya adalah bagian dari organisasi pemerintahan secara nasional walaupun ada yang menjalankan fungsi legislasi di tingkat daerah.  Jika penataan lembaga negara melalui ketentuan peraturan perundang undangan telah dilakukan, setiap lembaga negara dapat menjalankan wewenang sesuai dengan kedudukan masing-masing. Hal itu akan mewujudkan kerja sama dan hubungan yang harmonis demi pencapaian tujuan nasional dengan tetap saling mengawasi dan mengimbangi agar tidak terjadi penyalahgunaan dan konsentrasi kekuasaan.
Daftar Pustaka

 

 

Cr: kakpanda